HAK-HAK YANG TELAH DIPEROLEH
A. Pendahuluan
Istilah
‘hak-hak yang diperoleh’[1] sering
kali disebut dengan right and obligation created abroad atau hak dan kewajiban
hukum yang terbit berdasarkan hukum asing. Yang menjadi persoalan HPI dalam
kaitan ini adalah hak dan kewajiban hukum yang dimiliki seseorang berdasarkan
kaidah-kaidah hukum dari sistem hukum asing tertentu harus diakui atau tidak
oleh lex fori[2].
Hak-hak yang diperoleh ini semata-mata
dipandang sebagai peluasan daripada lausula ordre public.
B. Hubungan
dengan ketertiban Umum
Dalam
ketertiban umum hukum perdata nasional sang hakim yang dipakai menurut kaidah
HPI sang hakim sendiri kaidah-kaidah hukum perdata asing yang harus
dipergunakan. Ajaran ‘hak-hak yang telah diperoleh’, bukan hukum asing yang
dikesampingkan justru hukum asing inilah yang diakui dan dipergunakan. Prinsip
“hak-hak yang telah diperoleh” dapat dipergunakan untuk memperbaiki atau
memperlembut pelaksanaan prinsip ketertiban umum.
Dalam hal
ini azas reprositas (timbal balik) perlu diperhatikan. Seperti dalam ketertiban
umum tidak terlalu cepat kita pakai azas ini demi reprositas dengan
negara-negara lain. Demikian pula dengan hak-hak yang telha diperoleh. Jika
suatu negara kurang memerhatikan hal pelanjutan keadaan hukum terhadap negara
lain, maka negara lain juga tidak dapat diharapkan akan memerhatikan hal
kelanjutan keadaan hukum dari pada negara pertama ini[3].
Pengakuan prinsip hak-hak yang diperoleh ini hanya dapat dihentikan jika
hak-hak yang telah diperoleh di luar negri akan mengakibatkan tersinggungnya
perasaan keadilan dari rakyat sang hakim, sehingga keadaan hukum itu tidak
dapat dipertaanggungkan.
C. Perkembangan
di negara-negara Anglo-Saxon
Ada
pembatasan dari hak yang telah diperoleh, yaitu bahwa badab peradilan Inggris
tidak akan memberikan akibat pelaksanaan kepada suatu hak sekalipun setelah diperoleh
dengan “duly” sebagai penduduk asing, jika terjadi hal-hal berikut:
a. Pelaksanaan
hak bersangkutan adalah bertentangan dengan Undang-undang yang dikeluarkan oleh
Parlemen, Undang-undang mana dimaksudkan untuk mempunyai kekuatan
extraterritorial.
b. Jika
pelaksanaan hak itu adalah bertentangan dengan jiwa perundang-undangan Inggris,
melanggar moral dari perundang-undangan Inggris atau melawan lembaga-lembaga
politik Inggris
c. Jika
hak-hak ini melampaui wewenang dan kekuasaan negara asing yang sebenarnya terbatas
kepada wilayahnya sendiri, ,misalnya hak yang bersangkutan dengan benda tidak
bergerak terletak di Inggris.
d. Jika hak
ini mengenai ketentuan hukum acara
e. Jika hak
ini merupakan hasil daripada perbuatan-perbuatan yang tidak sah menurut hukum
dari negara dimana perbuatan itu dilakukan, tetapi tidak dianggap demikian
menurut ketentuan Inggris atua sebaliknya.
D. Perkembangan
di Nederland
Dalam
pandangan para sarjana HPI Belanda teori tentang hak-hak yang diperoleh juga
diterima pada umumnya. Van Brakel menyatakan bahwa harus diadakan pengakuan
terhadap hak-hak yang telah tercipta di luar negri. Tanpa pengakuan itu tidak
akan mungkin dibina hubungan lalu lintas internasional. HPI tidak akan
berkembang. Pengakuan hak-hak yang telha diperoleh di tempat lain merupakan
salah satu pikiran yang fudamentil. Pengakuan daripada status personil orang
asing, pemakaian daripada lex rei sitae, untuk barang-barang, pengakuan darpada
sahnya suatu perbuatan yang sesuai dengan syarat formil di luar negri, semua
dianggap disandarkan pada “azas” “hak-hak yang telah diperoleh”.
E. Perkembangan
di Indonesai mengenai hak-hak yang diperoleh
Dalam
ketentuan pasal 16 A.B jo pasal 3 A.B yang menganut prinsip nasionalitas, dapat
dilihat adannya unsur “pelanjutan keadaan” . dalam pasal ini dipergunakan dari
peraturan-peraturan mengenai status dan wewenang warganegara Indonesia yang
berada di luar negri.
Juga dalam
pasal 17 A.B yang menganut asas “lex rei sitae” pada pokoknya berdasarkan pula
atas prinsip “kelanjutan keadaan hukum”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar